NURFATHANA S
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
A. Defenisi Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak penghasilan pasal 23 merupakan pajak yang dipotong
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dala negeri (orang
pribadi maupun badan), dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21. PPh Pasal 23 ini dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau
subjek Pajak dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
B. Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong pajak PPh Pasal 23 terdiri
atas :
1.
Badan
pemerintah
2.
Subjek
Pajak badan dalam negeri
3.
Penyelenggara
kegiatan
4.
Bentuk
usaha tetap
5.
Perwakilan
perusahaan di luar negeri lainnya
6.
Orang
pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak sebagai Pemotong PPh Pasal 23, yaitu :
·
Akuntan,
arsitek, dokter, notaries, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali camat,
pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas;
·
Orang
pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran
sewa.
C.
Penerima
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23
1.
Wajib
Pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan);
2.
Bentuk
usaha tetap (BUT).
D.
Penghasilan
yang dikenakan PPh Pasal 23
1.
Dividen;
2.
Bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang.
3.
Royalti;
4.
Hadiah,
penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan
adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri orang
pribadi yang berasal dari penyelenggara kegiatan sehubungan dengan pelaksanaan
suatu kegiatan.
5.
Sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh;
6.
Imbalan
sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam PPh Pasal 21 UU PPh.
E.
Tarif
Pajak dan Dasar Pemotongan
Pasal 23 ayat (1) UU No.36 Tahun 2008
menetapkan tariff sebagai berikut :
1.
Sebesar
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
a.
Dividen;
b.
Bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang;
c.
Royalti;
d.
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya
selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) huruf e.
2.
Sebesar
2% (dua persen) dari jumlah bruto atas :
a.
Sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan sebgaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
b.
Imbalan
sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dala Pasal 21.
Jasa lain yang dimaksud diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008.
F.
Jasa
Lain Sebagai Objek PPh Pasal 23
1.
Jasa
penilai (appraisal);
2.
Penyedia
Jasa aktuaris;
3.
Jasa
akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4.
Jasa
perancang (design);
5.
Jasa
pengeboran (drilling) di bidang
penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk
usaha tetap (BUT);
6.
Jasa
penunjang dibidang penambangan migas dan panas bumi;
7.
Jasa
penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
8.
Jasa
penunjang dibidang penerbangan dan Bandar udara;
9.
Jasa
penebangan hutan;
10. Jasa pengolahan limbah;
11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing service);
12. Jasa perantara dan/ atau keagenan;
13. Jasa dibidang perdagangan surat-surat
berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI;
14. Jasa custodian/penyimpanan/penitipan,
kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
15. Jasa pengisian suara (dubbing); dan/atau sulih suara;
16. Jasa mixing film;
17. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
18. Jasa instalasi/pemasangan mesin,
peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau televisi kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dn
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
19. Jasa maklon, jasa penyelidikan dan keamanan,
jasa pengepakan.
G.
Menghitung
PPh Pasal 23
Cara menghitung PPh Pasal 23 untuk
masing-masing Objek Pajak :
No.
|
Objek Pajak
|
Besarnya PPh Pasal 23
|
1.
|
Dividen
|
15% x jumlah
dividen
|
2.
|
Bunga
|
15% x jumlah
bunga
|
3.
|
Royalti
|
15% x jumlah
royalti
|
4.
|
Sewa
|
2% x jumlah
sewa
|
5.
|
Hadiah,
penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e
|
15 %x jumlah
hadiah/ penghargaan/ bonus
|
6.
|
Sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
|
2% x jumlah
sewa
|
7.
|
Imbalan
sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain
|
2% x jumlah
imbalan (tidak termasuk PPN)
|
H.
Contoh
Perhitungan PPh Pasal 23
Contoh 1
PT Jaya Abadi menerima bunga atas
penyertaan obligasi pada PT Perdana senilai Rp6.000.000. obligasi tersebut
tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
PPh Pasal 23 yang dipotong oleh PT
Perdana adalah:
15%xRp6.000.000 = 900.000
Contoh 2
Dalam rangka Dies natalis ke 20, Pt
Swaragama meyelenggarakan kegiatan dengan memberikan hadiah/penghargaan kepada
para pesertanya sebesar Rp100.000.000 Stay Cool Group Band merupakan salah satu
penerima hadiah tersebut dengan nilai Rp10.000.000 sebelum dipotong pajak. Stay
Cool Group Band belum memiliki NPWP.
PPh Pasal 23 yang dipotong oleh PT
Swaragama atas hadiah yang diterima oleh Stay Cool Group Band adalah :
200% x 15% x Rp 10.000.000 = Rp
3.000.000
I.
Saat
Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23
1.
Pajak
Penghasilan Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau
pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan. Yang dimaksud saat
terutangnya penghasilan yang bersangkutan adalah saat pembebanan sebagai biaya
oleh pemotong pajak sesuai dengan metode pembukuan yang dianutnya.
2.
Pajak
Penghasilan Pasal 23 harus disetorkan oleh Pemotong Pajak selambat-lambatnya
tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya
pajak bank persepsi atau Kantor Pos Indonesia.
3.
Pemotong
PPh Pasal 23 diwajibkan meyampaikan Surat Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya
20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
4.
Pemotong
PPh Pasal 23 harus memberikan tanda bukti pemotongan kepada orang pribadi atau
badan yang dibebani Pajak Penghasilan yang dipotong.
5.
Pelaksanaan
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh 23 dilakukan secara desentralisasi
artinya dilakukan di tempat terjadinya pembayaran atau terutangnya penghasilan
yang merupakan Objek PPh Pasal 23, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
pengawasan terhadap pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23 yang pembayarannya
dilakukan oleh kantor pusat, PPh Pasal 23 dipotong, disetor, dan dilaporkan
oleh kantor cabang, misalnya sewa kantor cabang, PPh Pasal 23 dipotong,
disetor, dan dilaporkan oleh kantor cabang yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar