Selasa, 17 November 2015

jual beli



BAB 1
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Allah menciptakan manusia dengan suatu sifat yang saling membutuhkan satu sama lain. Tidak ada seorangpun yang dapat menguasai segala sesuatu yang diinginkan. Tetapi, manusia hanya dapat mencapai sebagian yang dihajatkan itu. Dia mesti memerlukan apa yang menjadi kebutuhan orang lain. Untuk itu, Allah memberikan inspirasi (ilham) kepada mereka untuk mengadakan penukaran  perdagangan dan semua yang kiranya bermanfaat dengan cara jual-beli dan semua cara perhubungan, sehingga hidup manusia dapat berdiri dengan lurus dan mekanisasi hidup ini berjalan dengan baik dan produktif.
Nabi Muhammad Saw diutus, sedangkan waktu itu bangsa arab memiliki aneka macam perdagangan dan pertukaran. Oleh karena itu, sebagian yang mereka lakukan dibenarkan oleh Nabi sepanjang tidak bertentangan dengan syariat yang dibawanya. Sebagiannya dilarang yang kiranya tidak sesuai dengan tujuan dan jiwa syari’at.  Sehingga kadangkala banyak yang melakukan kecurangan untuk mencapai tujuan mereka diantaranya banyak bersumpah untuk melariskan dagangannya dan ada pula yang melakukan kecurangan dengan menimbun barang yang nantinya akan di jual ketika harga barang tersebut sudah mulai naik maka, keadaan tersebut dijadikan keuntungan bagi para pedagang yang ingin meraih keuntungan yang lebih.
B.     RUMUSAN MASALAH
*      Bagaimana penjelasan mengenai hadis dari prinsip-prinsip jual beli (larangan bersumpah dalam jual bali dan menimbun barang pokok)?
C.    TUJUAN
*      Untuk mengetahui penjelasan dari hadis prinsip-prinsip jual beli (larangan bersumpah dalam jual beli dan menimbun barang pokok).
BAB II
PEMBAHASAN
A.    REDAKSI  HADITS
1.      Prinsip-Prinsip Jual-Beli ( Larangan Bersumpah Dalam Jual Beli)
Abu Hurairah r.a berkata :

لِلسِّلْعَةِ،مَنْفَقَةٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْحَلِفُ سَمِعْتُ

.لِلبَرَكَةِ مَمْحَقَةٌ

“Aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda, “Sumpah itu menguntungkan perdagangan, tetapi dapat menghapus berkah.”
 (Al Bukhary 34 : 26, Muslim 22 : 37,Al lu’lu-u wal marjan 2 : 180 )
2.      Prinsip-prinsip jual-beli (menimbun barang pokok)
  Hadits Umara dari Nabi SAW    :

مَنْ احْتَكَرَعَلى لمُسْلِمِيْنَ طَعَامُهُمْ ضَرَبَهُ اللهُ بِل اجُذامِ وَالاِ فْلاَ سِ

Artinya: “Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepadanya.”
     
B.     PENJELASAN HADITS
1.      Hadits Larangan Bersumpah dalam Jual-beli
Dalam hadits ini Nabi menerangkan, bahwa sumpah secara dusta untuk melariskan dagangan, membinasakan keberkatan harta, walaupun barang itu  menjadi lekas lakunya. Disini jelas Nabi telah melarang kepada ummatnya untuk membannyakkan sumpah yang bukan pada tempatnya. Apalagi sumpah seseorang pedagang tanpa hajat, yang hanya ingin mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya dengan sumpah itu, maka hukumnya adalah dosa. Yang sebenarnaya tujuan dari sumpah ini hanya ingin melariskan dagangan, namun maksud sebenarnya adalah ingin mengelabui si pembeli dengan sumpahnya. Dan keuntungan dari penjualan tersebut tidak berniai berkah karena dilakukan dengan jalan yang tidak halal.
Hadits ini melarang kita membanyakkan sumpah dalam dagang karena sumpah tanpa hajat tidaklah disukai dan lebih keras lagi haramnya jika tipuannya itu diperkuat dengan sumpah palsu. Seperti mengatakan : “Demi Allah, aku telah membeli ini dengan harga lima puluh, padahal ia tidak membelinya dengan harga tersebut, atau mengatakan: ”Demi Allah, aku telah melakukan ini”, padahal ia tidak melakukannya. Oleh karena itu, Rasulullah melarang keras para saudagar banyak bersumpah, khususnya sumpah palsu. Sumpah palsu tidak dikenai kafarat (denda), tapi pelakunnya wajib bertaubat dan memohon ampun kepada Allah, karena dosannya sangatlah besar, apalagi jika sumpah palsu itu diniatkan untuk mengambil hak milik seseorang muslim dengan batil.
Nabi telah menerangkan pula dengan jelas bahwa beliau sangat membenci banyak sumpah dalam perdagangan Karena :
*      Memungkinkan terjadinya penipuan
*      Menyebabkan hilangnya perasaan membesarkan asma Allah dari hatinya.
Dalam hadits shahih lainnya yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Qatadah yang berbunyi :
“Hindarilah banyak sumpah didalam jual-beli sebab akan membuat laris barang dagangan, namun kemudian menghilangkan berkah”.
Maksudnya adalah para pembeli akan mempercayai penjual dengan sumpah tersebut, kemudian para pembeli akan membeli barang dagangannya sehingga si penjual meraup keuntungan dari harga dagangannya. Akan tetapi keberkahannya hilang, si penjual tidak akan mendapat manfaat dari keuntungnnya tersebut. Boleh jadi dari keuntungannya tersebut akan membawa musibah dengan sisa barang dagangannya rusak atau musibah lainnya. Faktor penyebabnya adalah terlalu banyak bersumpah dengan nama Allah dalam segala masalah, baik masalah besar maupun kecil.
Demikian pula bersumpah dengan nama Allah di dalam jual-beli yang walaupun sumpah dalam jual beli itu dilakukan dengan penuh kejujuran, maka sumpahnya tetap makruh, tetapi makruh dengan pengertian tanzih (sebaiknya dihindari) karena yang demikian itu sebagai upaya melariskan dagangan sekaligus mencari daya tarik pembeli dengan banyak mengumbar sumpah.  Jadi hendaklah seseorang menjauhkan diri dari banyak bersumpah dalam melakukan jual-beli walaupun didasari dengan kejujuran. Dan hendaknya ia mengagungkan nama Alllah karena rezeki datangnya dari Allah tanpa perlu bersumpah yang melanggar syari’at. Seperti firman Allah yang berbunyi :
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلا أُولَئِكَ لا خَلاقَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٧٧)
      “sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan ) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagia (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.” ( QS. Ali Imaran : 77).
Dan ada pula ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan larangan bersumpah dalam jual beli diantaranya :
وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ (٨٩)                                              
Artinya : “…dan jagalah sumpahmu…” (QS. Al-Maidah: 89)

وَلا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لأيْمَانِكُمْ...  (٢٢٤)

Artinya : “Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang…” (QS. Al-Baqarah: 224).
Ayat-ayat diatas menegaskan  bahwa melariskan dagangan dengan jalan bersumpah secara berdusta maka mereka adalah orang yang paling hina dan merugi dan tidak akan medapatkan pahala (kebehagiaan) di akhirat nanti dan Allah akan memberi siksaan yang amat pedih atas perbuatannya tersebut. Harta yang mereka dapatkan dari hasil penjualan dengan jalan tidak halal tersebut tidak bernilai berkah disisi Allah dan keuntungan tersebut tidak akan bertahan lama atau bersifat sementara.

2.      Hadits Larangan Menimbun Barang Pokok

Maksud dari hadits yang diriwayatkan oleh Umar r.a di atas menjelaskan bahwa menimbun barang kebutuhan pokok masyarakat adalah hukumnya haram karena dapat merugikan orang lain. Dan siapapun yang melakukan perdagangan dengan cara menimbun barang pokok maka Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan kepada para pedagang  tersebut.
Penyakit dan kebangkrutan tersebut bisa jadi musibah kebagkrutan dan kerugian yang sangat besar atas penjualan yang mereka lakukan karena telah melanggar syari’at yang telah ditentukan dalam proses jual-beli. Dan Allah tidak menyukai orang yang berbuat aniaya yang notabennya merugikan orang lain karena setiap perbuatan aniaya itu diharamkan. Seperti yang terdapat dalam QS. Al maidah : 2 yang berbunyi;
 Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan ada pula ayat-ayat Al-qur’an lain yang berkaitan dengan prilaku tersebut diantaranya yaitu:
*      “Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” [QS. Al-Haj (22): 78].
*       “Allah tidak hendak menyulitkan kamu.” [QS. Al-Maidah (5): 6].
*      “Kam  u tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” [QS. Al-Baqarah (2): 279].
Sekalipun islam memberi kebebasan kepada setiap orang dalam menjual, membeli, dan yang menjadi keinginan hatinya, islam menentang keras sifat ananiyah (egois) yang mendorong orang dengan ketamakan pribadi untuk menumpuk kekayaan atas biaya orang lain dan memperkaya pribadi kendati bahan baku yang menjadi kebutuhan pokok rakyat. Untuk itu, Rasulullah Saw melarang menimbun dengan ungkapan yang sangat keras. Sabda Rasulullah yaitu :  Dari ibnu Umar, dari Nabi SAW:

مَنْ احْتَكَرَطَعَمًاأرْبَعِيْنَ لَيْلة فَقَدْبَرِىءَمِنَ اللهَ وَبَرِىءَ مِنْهُ

Artinya:
“Siapa yang menimbun makanan (kebutuhan pokok manusia) selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari Allah dan Allah berlepas dari padanya”

Dan sabdanya pula :  Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW.

مَنِ احْتَكَرَحُكْرَة ًيُرِيْدُأنْ يُغَالِيَ بِهَاعَلَى ا لمُسْلِمِيْنَ فَهُوَخَطِئَ

Artinya:
“Barang siapa yang menimbun barang (kebutuhan pokok) terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal, maka ia telah melakukan dosa.”

Perkataan khathiun ( orang yang berbuat dosa ) bukan kata-kata yang ringan. Perkataan ini yang dibawakan oleh Al-qur’an untuk mensifati  orang-orang yang sombong dan angkuh, seperti firaun, haaman, dan kelompoknya, Al-qur’an mengatakan :
       “Sesungguhnya firaun dan haaman dan bala tentaranya, adalah orang-orang yang berbuat dosa/salah”.

       Rasulullah Saw menegaskan kepribadian dan ananiyah (egois) orang yang suka menimbun barang pokok itu sebagai berikut :
      “sejelek-jeleknya manusia ialah orang yang suka menimbun; jika dia mendengar harga murah, merasa kecewa dan jika mendengar harga naik, merasa gembira”.

          Ini semua bisa terjadi karena seseorang pedagang bisa mengambil keuntungan dengan dua macam jalan, yaitu :
*      Keuntungan yang diperoleh dengan jalan menimbun barang untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi, pada saat orang-orang sedang mencari dan tidak mendapatkannya. Kemudian, datanglah orang yang sangat membutuhkan dan dia sanggup membayar berapa saja yang diminta kendati sangat tinggi dan melewati batas.
*      Keuntungan yang diperoleh dengan jalan memperdagangkan suatu barang kemudian dijualnya dengan keuntungan sedikit. Kemudian ia membawa dagangannya yang lain dalam waktu dekat dan dia memperoleh keuntungan pula. Kemudian dia berdagang lainnya pula dan untuk memperoleh untung lagi, dan begitulah seterusnya. Mencari Keuntungan dengan cara ini lebih membawa kemaslatan dan lebih banyak mendapat berkah serta pemiliknya sendiri insya Allah akan memperoleh rezeki sebagaimana spirit yang diberikan oleh Nabi S.A.W.

Diantara hadits-hadits penting yang berkenaan dengan masalah penimbunan dan mempermainkan harga ini ialah hadis yang diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar salah seorang sahabat Nabi. Ketika dia sedang menderita sakit keras, didatangi oleh Abdullah bin Ziad salah seorang gubernur dinasti Umayyah untuk menjenguknya. Waktu itu Abdullah bertanya kepada Ma’qil: Hai Ma’qil Apakah kamu menduga, bahwa aku ini seorang yang memeras darah haram? Ia menjawab: Tidak. Ia bertanya lagi: Apakah kamu pernah melihat aku ikut campur dalam masalah harga orang-orang Islam? Ia menjawab: Saya tidak pernah melihat. Kemudian Ma’qil berkata: Dudukkan aku, Mereka pun kemudian mendudukkannya, lantas ia berkata: Dengarkanlah, hai Abdullah, Saya akan menceritakan kepadamu tentang sesuatu yang pernah saya dengar dari Rasulullah SAW bukan sekali dua kali. Saya mendengar rasulullah S.a.w bersabda:
“Barang siapa ikut campur tentang harga-harga orang-orang Islam supaya menaikkannya sehingga mereka keberatan, maka adalah menjadi ketentuan Allah untuk mendudukkan dia itu pada api yang sangat besar nanti di hari kiamat.”
Kemudian Abdullah bertanya: “Engkau benar-benar mendengar hal itu dari Rasulullah SAW?”. Ma’qil menjawab: “Bukan sekali dua kali saya mendengar Rasulullah SAW bersabda demikian.” (Riwayat Ahmad dan Thabarani).
Dari nas hadits tersebut dan mafhumnya, para ulama beristimbat (menetapkan suatu hukum) diharamkannya menimbun ada dua syarat :
*      Dilakukan disuatu Negara tempat penduduk Negara itu akan menderita sebab adanya penimbunan;
*      Dengan maksud untuk menaikkan harga sehingga orang-orang merasa payah agar dia memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.

Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat menimbun barang diharamkan dengan syarat:
*      Barang yang ditimbun melebihi kebutuhan atau dapat dijadikan persedian untuk satu tahun
*      Barang yang ditimbun dalam usaha menunggu saat harga naik
*      Menimbun itu dilakuakn saat manusia sangat membutuhkan







BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
      Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa maksud dari hadits larangan bersumpah dalam jual-beli adalah dalam berdagang hindarilah banyak bersumpah karena sumpah tanpa hajat adalah hukumnya makruh. Tetapi jika Tujuan dari sumpah ini hanya ingin melariskan dagangan, namun maksud sebenarnya adalah ingin mengelabui si pembeli dengan sumpahnya dengan harapan barang dagangannya laris dipasaran, maka hukumnya haram. Hadits ini maknanya adalah bersumpah palsu atau banyak bersumpah untuk melariskan penjualan (dalam perkiraan orang yang menjual) akan menghilangkan berkah penjualan. Hilangnya berkah bisa dengan kerusakan hartanya atau ia membelanjakan hartanya dalam hal yang tidak bermanfaat untuknya didunia dan akhirat, atau hartanya tetap tapi tidak bisa dimanfaatkan.
       Sedangkan maksud dari hadits larangan menimbun barang pokok (yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat) adalah hukumnya adalah haram karena menimbulkan kesengsaraan bagi orang lain dan akibatnya Allah akan menimpakan penyakitn dan kebangkrutan bagi para penimbun tersebut.
B.     SARAN
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah hadis ini banyak kekurangan, minimnya ilmu yang dimiliki penulis dan keterbatsan waktu, dan keterbatsan referensi, untuk itu penulis meminta kepada pembaca kritik dan saranya supaya makalah yang akan datang lebih baik dari pada sekarang.
Untuk pemakalah berikutnya, penulis menyarankan agar makalahnya lebih baik dari pada makalah yang penulis buat saat sekarang, agar dapat dilakukan dengan lebih kritis dan mendalam.

DAFTAR PUSTAKA
Qardhawi yusuf Muhammad. Halal dan Haram dalam Islam. (Surabaya : PT Bina Ilmu Offset, 2003).
ASH-Shiddieqy Hasbi. Mutiara Hadits. (Jakarta : Bulan Bintang, 2002)
Syaikh Al-jaza’iri Abu Bakar. Minhajul Muslimin Pedoman Hidup Ideal Seorang Muslim. (Surakarta : Insan Kamil, 2008)
Anas Bin Imam Malik.Al Muwaththa Imam Malik. (Jakarta : Pustaka Azzam, 2006. Jilid 2)
K.H Mahali Ahmad Mudjab. Hadits- Hadits Muttafaq ‘Alaih Bagian Munakahat & Mu’amalat. (Jakarta Timur : Prenada Media, 2004)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar