BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Allah
menciptakan manusia dengan suatu sifat yang saling membutuhkan satu sama lain.
Tidak ada seorangpun yang dapat menguasai segala sesuatu yang diinginkan.
Tetapi, manusia hanya dapat mencapai sebagian yang dihajatkan itu. Dia mesti
memerlukan apa yang menjadi kebutuhan orang lain. Untuk itu, Allah memberikan
inspirasi (ilham) kepada mereka untuk mengadakan penukaran perdagangan dan semua yang kiranya bermanfaat
dengan cara jual-beli dan semua cara perhubungan, sehingga hidup manusia dapat
berdiri dengan lurus dan mekanisasi hidup ini berjalan dengan baik dan
produktif.
Nabi
Muhammad Saw diutus, sedangkan waktu itu bangsa arab memiliki aneka macam
perdagangan dan pertukaran. Oleh karena itu, sebagian yang mereka lakukan
dibenarkan oleh Nabi sepanjang tidak bertentangan dengan syariat yang
dibawanya. Sebagiannya dilarang yang kiranya tidak sesuai dengan tujuan dan
jiwa syari’at. Sehingga kadangkala
banyak yang melakukan kecurangan untuk mencapai tujuan mereka diantaranya
banyak bersumpah untuk melariskan dagangannya dan ada pula yang melakukan
kecurangan dengan menimbun barang yang nantinya akan di jual ketika harga barang
tersebut sudah mulai naik maka, keadaan tersebut dijadikan keuntungan bagi para
pedagang yang ingin meraih keuntungan yang lebih.
B.
RUMUSAN
MASALAH

C.
TUJUAN

BAB II
PEMBAHASAN
A.
REDAKSI HADITS
1.
Prinsip-Prinsip
Jual-Beli ( Larangan Bersumpah Dalam Jual Beli)
Abu Hurairah r.a berkata :
لِلسِّلْعَةِ،مَنْفَقَةٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْحَلِفُ سَمِعْتُ
.لِلبَرَكَةِ مَمْحَقَةٌ
“Aku
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda, “Sumpah itu menguntungkan perdagangan,
tetapi dapat menghapus berkah.”
(Al Bukhary 34 : 26, Muslim 22 : 37,Al lu’lu-u
wal marjan 2 : 180 )
2. Prinsip-prinsip jual-beli (menimbun
barang pokok)
Hadits Umara dari Nabi SAW :
مَنْ احْتَكَرَعَلى لمُسْلِمِيْنَ طَعَامُهُمْ ضَرَبَهُ اللهُ بِل اجُذامِ وَالاِ فْلاَ سِ
Artinya:
“Siapa menimbun makanan kaum muslimin, niscaya Allah akan menimpakan penyakit
dan kebangkrutan kepadanya.”
B.
PENJELASAN
HADITS
1.
Hadits
Larangan Bersumpah dalam Jual-beli
Dalam
hadits ini Nabi menerangkan, bahwa sumpah secara dusta untuk melariskan
dagangan, membinasakan keberkatan harta, walaupun barang itu menjadi lekas lakunya. Disini jelas Nabi telah
melarang kepada ummatnya untuk membannyakkan sumpah yang bukan pada tempatnya.
Apalagi sumpah seseorang pedagang tanpa hajat, yang hanya ingin mencari
keuntungan yang sebanyak-banyaknya dengan sumpah itu, maka hukumnya adalah
dosa. Yang sebenarnaya tujuan dari sumpah ini hanya ingin melariskan dagangan,
namun maksud sebenarnya adalah ingin mengelabui si pembeli dengan sumpahnya.
Dan keuntungan dari penjualan tersebut tidak berniai berkah karena dilakukan
dengan jalan yang tidak halal.
Hadits
ini melarang kita membanyakkan sumpah dalam dagang karena sumpah tanpa hajat
tidaklah disukai dan lebih keras lagi haramnya jika tipuannya itu diperkuat
dengan sumpah palsu. Seperti mengatakan : “Demi Allah, aku telah membeli ini dengan
harga lima puluh, padahal ia tidak membelinya dengan harga tersebut, atau
mengatakan: ”Demi Allah, aku telah melakukan ini”, padahal ia tidak
melakukannya. Oleh karena itu, Rasulullah melarang keras para saudagar banyak
bersumpah, khususnya sumpah palsu. Sumpah palsu tidak dikenai kafarat (denda),
tapi pelakunnya wajib bertaubat dan memohon ampun kepada Allah, karena dosannya
sangatlah besar, apalagi jika sumpah palsu itu diniatkan untuk mengambil hak
milik seseorang muslim dengan batil.
Nabi
telah menerangkan pula dengan jelas bahwa beliau sangat membenci banyak sumpah
dalam perdagangan Karena :


Dalam
hadits shahih lainnya yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Qatadah yang
berbunyi :
“Hindarilah
banyak sumpah didalam jual-beli sebab akan membuat laris barang dagangan, namun
kemudian menghilangkan berkah”.
Maksudnya
adalah para pembeli akan mempercayai penjual dengan sumpah tersebut, kemudian
para pembeli akan membeli barang dagangannya sehingga si penjual meraup
keuntungan dari harga dagangannya. Akan tetapi keberkahannya hilang, si penjual
tidak akan mendapat manfaat dari keuntungnnya tersebut. Boleh jadi dari
keuntungannya tersebut akan membawa musibah dengan sisa barang dagangannya
rusak atau musibah lainnya. Faktor penyebabnya adalah terlalu banyak bersumpah
dengan nama Allah dalam segala masalah, baik masalah besar maupun kecil.
Demikian
pula bersumpah dengan nama Allah di dalam jual-beli yang walaupun sumpah dalam
jual beli itu dilakukan dengan penuh kejujuran, maka sumpahnya tetap makruh,
tetapi makruh dengan pengertian tanzih
(sebaiknya dihindari) karena yang demikian itu sebagai upaya melariskan
dagangan sekaligus mencari daya tarik pembeli dengan banyak mengumbar sumpah. Jadi hendaklah seseorang menjauhkan diri dari
banyak bersumpah dalam melakukan jual-beli walaupun didasari dengan kejujuran.
Dan hendaknya ia mengagungkan nama Alllah karena rezeki datangnya dari Allah
tanpa perlu bersumpah yang melanggar syari’at. Seperti firman Allah yang
berbunyi :
إِنَّ
الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلا
أُولَئِكَ لا خَلاقَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا
يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ (٧٧)
“sesungguhnya
orang-orang yang menukar janji (nya dengan ) Allah dan sumpah-sumpah mereka
dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagia (pahala) di
akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat
kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi
mereka azab yang pedih.” ( QS. Ali Imaran : 77).
Dan
ada pula ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan larangan bersumpah dalam
jual beli diantaranya :
…وَاحْفَظُوا
أَيْمَانَكُمْ … (٨٩)
Artinya : “…dan jagalah
sumpahmu…” (QS. Al-Maidah: 89)
وَلا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لأيْمَانِكُمْ... (٢٢٤)
Artinya
: “Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu
sebagai penghalang…” (QS. Al-Baqarah: 224).
Ayat-ayat diatas menegaskan
bahwa melariskan dagangan dengan jalan bersumpah secara berdusta maka mereka
adalah orang yang paling hina dan merugi dan tidak akan medapatkan pahala
(kebehagiaan) di akhirat nanti dan Allah akan memberi siksaan yang amat pedih atas
perbuatannya tersebut. Harta yang mereka dapatkan dari hasil penjualan dengan
jalan tidak halal tersebut tidak bernilai berkah disisi Allah dan keuntungan
tersebut tidak akan bertahan lama atau bersifat sementara.
2.
Hadits Larangan Menimbun Barang
Pokok
Maksud dari hadits yang diriwayatkan oleh Umar r.a di atas menjelaskan
bahwa menimbun barang kebutuhan pokok masyarakat adalah hukumnya haram karena
dapat merugikan orang lain. Dan siapapun yang melakukan perdagangan dengan cara
menimbun barang pokok maka Allah akan menimpakan penyakit dan kebangkrutan
kepada para pedagang tersebut.
Penyakit dan kebangkrutan tersebut bisa jadi musibah
kebagkrutan dan kerugian yang sangat besar atas penjualan yang mereka lakukan
karena telah melanggar syari’at yang telah ditentukan dalam proses jual-beli. Dan
Allah tidak menyukai orang yang berbuat aniaya yang notabennya merugikan orang
lain karena setiap perbuatan aniaya itu diharamkan. Seperti yang terdapat dalam
QS. Al maidah : 2 yang berbunyi;
“Dan
tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan ada pula ayat-ayat
Al-qur’an lain yang berkaitan dengan prilaku tersebut diantaranya yaitu:



Sekalipun islam memberi kebebasan kepada setiap orang dalam
menjual, membeli, dan yang menjadi keinginan hatinya, islam menentang keras
sifat ananiyah (egois) yang mendorong orang dengan ketamakan pribadi untuk
menumpuk kekayaan atas biaya orang lain dan memperkaya pribadi kendati bahan
baku yang menjadi kebutuhan pokok rakyat. Untuk itu, Rasulullah Saw melarang
menimbun dengan ungkapan yang sangat keras. Sabda Rasulullah yaitu : Dari ibnu Umar, dari Nabi SAW:
مَنْ احْتَكَرَطَعَمًاأرْبَعِيْنَ لَيْلة فَقَدْبَرِىءَمِنَ اللهَ وَبَرِىءَ مِنْهُ
Artinya:
“Siapa yang menimbun makanan (kebutuhan pokok manusia)
selama empat puluh malam sungguh ia telah terlepas dari Allah dan Allah
berlepas dari padanya”
Dan sabdanya pula : Al-Hakim
meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW.
مَنِ احْتَكَرَحُكْرَة ًيُرِيْدُأنْ يُغَالِيَ بِهَاعَلَى ا لمُسْلِمِيْنَ فَهُوَخَطِئَ
Artinya:
“Barang siapa yang menimbun barang (kebutuhan pokok)
terhadap kaum muslimin agar harganya menjadi mahal, maka ia telah melakukan
dosa.”
Perkataan khathiun ( orang yang berbuat dosa ) bukan
kata-kata yang ringan. Perkataan ini yang dibawakan oleh Al-qur’an untuk
mensifati orang-orang yang sombong dan
angkuh, seperti firaun, haaman, dan kelompoknya, Al-qur’an mengatakan :
“Sesungguhnya
firaun dan haaman dan bala tentaranya, adalah orang-orang yang berbuat
dosa/salah”.
Rasulullah Saw menegaskan kepribadian
dan ananiyah (egois) orang yang suka menimbun barang pokok itu sebagai berikut
:
“sejelek-jeleknya manusia ialah orang
yang suka menimbun; jika dia mendengar harga murah, merasa kecewa dan jika
mendengar harga naik, merasa gembira”.
Ini semua bisa terjadi karena
seseorang pedagang bisa mengambil keuntungan dengan dua macam jalan, yaitu :


Diantara hadits-hadits penting yang
berkenaan dengan masalah penimbunan dan mempermainkan harga ini ialah hadis
yang diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar salah seorang sahabat Nabi. Ketika dia
sedang menderita sakit keras, didatangi oleh Abdullah bin Ziad salah seorang
gubernur dinasti Umayyah untuk menjenguknya. Waktu itu Abdullah bertanya kepada
Ma’qil: Hai Ma’qil Apakah kamu menduga, bahwa aku ini seorang yang memeras
darah haram? Ia menjawab: Tidak. Ia bertanya lagi: Apakah kamu pernah melihat
aku ikut campur dalam masalah harga orang-orang Islam? Ia menjawab: Saya tidak
pernah melihat. Kemudian Ma’qil berkata: Dudukkan aku, Mereka pun kemudian
mendudukkannya, lantas ia berkata: Dengarkanlah, hai Abdullah, Saya akan
menceritakan kepadamu tentang sesuatu yang pernah saya dengar dari Rasulullah
SAW bukan sekali dua kali. Saya mendengar rasulullah S.a.w bersabda:
“Barang siapa ikut campur tentang harga-harga orang-orang
Islam supaya menaikkannya sehingga mereka keberatan, maka adalah menjadi
ketentuan Allah untuk mendudukkan dia itu pada api yang sangat besar nanti di
hari kiamat.”
Kemudian Abdullah bertanya: “Engkau benar-benar mendengar
hal itu dari Rasulullah SAW?”. Ma’qil menjawab: “Bukan sekali dua kali saya
mendengar Rasulullah SAW bersabda demikian.” (Riwayat Ahmad dan Thabarani).
Dari nas hadits tersebut dan mafhumnya, para ulama
beristimbat (menetapkan suatu hukum) diharamkannya menimbun ada dua syarat :


Para Ahli fiqih (dikutip Drs. Sudirman, M.MA) berpendapat
menimbun barang diharamkan dengan syarat:



BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa maksud dari hadits larangan bersumpah dalam jual-beli adalah dalam
berdagang hindarilah banyak bersumpah karena sumpah tanpa hajat adalah hukumnya
makruh. Tetapi jika Tujuan dari sumpah ini hanya ingin melariskan dagangan,
namun maksud sebenarnya adalah ingin mengelabui si pembeli dengan sumpahnya dengan
harapan barang dagangannya laris dipasaran, maka hukumnya haram. Hadits ini
maknanya adalah bersumpah palsu atau banyak bersumpah untuk melariskan
penjualan (dalam perkiraan orang yang menjual) akan menghilangkan berkah
penjualan. Hilangnya berkah bisa dengan kerusakan hartanya atau ia
membelanjakan hartanya dalam hal yang tidak bermanfaat untuknya didunia dan
akhirat, atau hartanya tetap tapi tidak bisa dimanfaatkan.
Sedangkan maksud dari hadits larangan
menimbun barang pokok (yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat) adalah hukumnya
adalah haram karena menimbulkan kesengsaraan bagi orang lain dan akibatnya
Allah akan menimpakan penyakitn dan kebangkrutan bagi para penimbun tersebut.
B. SARAN
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
dalam makalah hadis ini
banyak kekurangan, minimnya ilmu yang dimiliki penulis dan keterbatsan waktu, dan keterbatsan referensi, untuk itu
penulis meminta kepada pembaca kritik dan saranya supaya makalah yang akan
datang lebih baik dari pada sekarang.
Untuk pemakalah berikutnya, penulis
menyarankan agar makalahnya lebih baik dari pada makalah yang penulis buat saat
sekarang, agar dapat dilakukan dengan lebih kritis dan mendalam.
DAFTAR
PUSTAKA
Qardhawi yusuf
Muhammad. Halal dan Haram dalam Islam. (Surabaya : PT Bina Ilmu Offset, 2003).
ASH-Shiddieqy
Hasbi. Mutiara Hadits. (Jakarta : Bulan Bintang, 2002)
Syaikh
Al-jaza’iri Abu Bakar. Minhajul Muslimin Pedoman Hidup Ideal Seorang Muslim.
(Surakarta : Insan Kamil, 2008)
Anas Bin Imam
Malik.Al Muwaththa Imam Malik. (Jakarta : Pustaka Azzam, 2006. Jilid 2)
K.H Mahali Ahmad
Mudjab. Hadits- Hadits Muttafaq ‘Alaih Bagian Munakahat & Mu’amalat.
(Jakarta Timur : Prenada Media, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar