KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Assalamualaikum, Wr. Wb.
Alhamdulillah.. Suatu kebahagiaan yang tak terhingga
untuk melafazkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa, sehingga kepada kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat sebelum
waktunya. Untaian Shalawat dan Salam
selalu terhaturkan kepada Rasulullah Saw sang pemimpin ummat manusia dengan
harapan semoga kita mampu meraih Syafaatnya.
Ungkapan rasa terima
kasih juga pemakalah haturkan kepada dosen pengajar hadist muamalah yang
telah membimbing dan memberikan masukan terhadap pembuatan makalah yang pada
akhirnya dapat membantu sedikit demi sedikit memperluas wawasan pengetahuan
kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan, sekalipun apabila ditinjau lebih
jauh makalah ini masih membutuhkan berbagai hal, karena menyadari bahwa kami
bukanlah manusia yang tercipta dalam kesempurnaan, namun kami akan tetap
berusaha untuk menjadi lebih baik dengan terus belajar.
Menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini mungkin saja masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun agar makalah selanjutnya
bisa lebih baik.
Wassalamu’alaikum, Wr.
Wb.
Samata , 6 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR
ISI.................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG
........................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................... 4
C. TUJUAN........................................................................................... 4
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................... 5
A. PENGERTIAN KHIYAR....................................................................... 5
B. HUKUM KHIYAR DALAM JUAL
BELI................................................... 6
C. MACAM-MACAM
KHIYAR................................................................. 6
1. KHIYAR
MAJLIS........................................................................... 6
2. KHIYAR
‘AIB................................................................................ 8
3. KHIYAR
RU’YAH.......................................................................... 9
4. KHIYAR
SYARAT.......................................................................... 10
5. KHIYAR
TA’YIN............................................................................ 12
D. HIKMAH
KHIYAR............................................................................... 12
BAB III
PENUTUP............................................................................................ 13
A. KESIMPULAN..................................................................................... 13
B. SARAN............................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Jual – beli merupakan aktivitas yang dilakukan manusia umumnya dalam
perekonomian baik itu sebagai produsen ataupun konsumen, dalam islam istilah
tersebut sering kita kenal dengan muamalah artinya semua aktivitas yang lebih
banyak dilakukan dengan manusia lainnnya atau lebih bersifat dengan
keduniawian, meskipun lebih bersifat keduniawian kita tidak boleh menyimpang
dari aturan Syara’, sebab semua aktivitas manusia kelak akan dimintai
pertanggung jawabannya. Begitu pula dalam hal jual – beli.
Dalam bertransaksi ( jual – beli ) di semua kegiatan
berekonomi tentunya tidak akan terlepas dari sebuah penawaran, baik yang
dilakukan oleh penjual atau pembeli, dalam islam disebut dengan istilah khiyar
artinya tawar –menawar
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dari khiyar ?
2.
Apa dasar hukum dari khiyar dalam jual beli ?
3.
Apa saja macam-macam khiyar ?
4.
Apa hikmah yang terdapat pada khiyar dalam jual beli ?
C. TUJUAN
1. Dapat
Menjelaskan pengertian khiyar
2. Dapat
mengetahui landasan hukum dari khiyar
3. Dapat
menjelaskan macam-macam khiyar
4. Dapat
menjelaskan hikmah yang terkandung pada khiyar dalam jual beli
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KHIYAR
Kata al-khiyar dalam bahasa arab berarti
pilihan. Pembahasan al-khiyar di kemukakan
para ulama fiqh dalam permasalahan yang menyangkut transaksi dalam
bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua
belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan
dalam transaksi yang di maksud.
Secara terminologi, para ulama fiqh telah
mendefinisikan al-khiyar, antara lain menurut sayyid sabiq:
الخيارُ هُو طَلَبُ خَيْرُ الْلأَمْرَيْنِ مِنَ
الاِمْضَاءِ أَوْ الاِلْغَاءِ.
“ khiyar ialah mencari kebaikan dari dua
perkara, melangsungkan atau membatalkan (jual beli)”.
M. Abdul mujieb mendefenisikan : “khiyar
adalah hak memilih atau menentukan pilihan antara dua hal bagi pembeli dan
penjual, apakha akad jual beli akan diteruskan atau dibatalkan”.
Wahbah al-zulhaily mendefinisikan al-khiyar
dengan :
اَنْ يَكُوْنَ لِلْمُتَعَا قِدِ الْحَقُّ فِى اِمْضَاءِ الْعَقْدَ اَوْ
فَسْخِهِ اِنْ كَانَ الْخِيَاَرُ خِيَارُ شَرْطٌ اَوْ رُؤْسَةٍ اَوْ عَيْبٍ اَوْ
اَنْ يَخْتَارَ اَحَدُ اْلبَيْعَيْنِ اِنْكِانَ اْلخِيَارُ خِيَارُ تَعْيِيْنٍ
“hak pilih bagi salah satu atau kedua belah
pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan
transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi”.
Hak khiyar ditetapkan syariat islam bagi orang-orang
yang melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang
mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalamsuatu transaksi tercapai
dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, diadakan khiya oleh syara’ agar kedua
belah pihak dapat memikirkan lebih jauh kemaslahatan masing-masing dari akad
jual belinya, supaya tidak menyesal di kemudian hari, dan tidak merasa tertipu.
Jadi, khiyar itu ditetapkan dalam islam untuk
menjamin kerelaan dan kepuasan timbal balik pihak-pihak yang melakukan jual
beli. Dari satu segi memang khiyar (opsi) ini tidak praktis karena mengandung arti ketidakpastian
suatu transaksi , namun dari segi kepuasan pihak yang melakukan transaksi,
khiyar ini yaitu jalan terbaik.
B. HUKUM KHIYAR
Hak khiyar (memilih) dalam jual beli, menurut
islam dibolehkan apakah akan memneruskan jual beli atau membatalkannya,
ergantung keadaan (kondisi) barang yang diperjualbelikan .
Menurut abburrahman al-jaziri, status khiyar
dalam pandangan ulama fiqh adalah disyariatkan atau dibolehkan, karena suatu
keperluan yang endesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak
yang melakukan transaksi.
Di abad modern yang serba canggih, di mana
sistem jial beli semakin mudah dan praktis, masalah khiyar ini tetap
diberlakukan, hanya tidak menggunakan kata-kata khiyar dalam mempromosikan
barang-barang yang dijualnya, tetapi dengan ungkapan singkat dan menarik,
misalnya “teliti sebelum membeli”. Ini berarti bahwa pembeli diberi hak khiyar (memilih) dengan hati-hati dan cermat
dalam menjatuhkan pilihannya untuk membeli, sehingga ia merasa puas terhadap
barang yang benar=benar ia inginkan.
C. MACAM-MACAM KHIYAR
Khiyar itu ada yang bersumbar dari syara’,
seperti khiyar majilis, aib, dan ru’yah. Selain itu, adajuga khiyar yang
bersumber dari kedua belah pihak yang berakad, seperti khiyar syarat dan ta’yin
. berikut ini dikemukakan pengertian masing-masing khiyar tersebut :
1. Khiyar Majilis
Yaitu hak pilih kedua belah pihak yang berakad
untuk membatalkan akad, selam keduanya masih berada dalam majelis (ruangan
toko) dan belum berpisah badan. Artinya, transaksi baru dianggap sah apabila
kedua belah pihak yang melaksanakan akad tersebut telah berpisah badan, atau
salah seorang diantara mereka telah melakukan pilihan untu menjual dan / atau
membeli. Khiyar seperti ini hanya berlaku dalam transaksi yang bersifat
mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi, seperti jual beli dan
sewa menyewa.
Kadang-kadang terjadi , salah satu yang
berakad tergesa-gesa dalam ijab atau
kabul. Setelah itu, tampak adanya kepentingan yang menuntut
dibatalkannya pelaksanaan akad. Karena itu, syariat mencarikan jalan baginya
untuk ia dapat memperoleh hak yang mungkin hilang dengan tergesa-gesa tadi.
Bukhari dan muslim meriwayatkan dari hakim bin hazam bahwa rasulullah saw
bersabda :
الْبَيْعَانِ بِا لْخِيَارِ مَا لَمْ
يَتَفَرَّقَا, فَاِنْ صَدَّقَا وَبَيَّنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْعِهِمَا
وَاِنْ كَتَمَا وَكَذَّبَا مُحِقَّتْ بَرْكَةُ بَيْعِهِمَا (رواه البخاري ومسلم)
“dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan
khiyar selam belum terpusah. Jika keduanya benar dan jelas mka keduanya
diberkahi dalam jual beli mereka. Jika merek menyembunyikan dan berdusta, maka
akan dimusnahkanlah keberkahan jual beli mereka”. (HR. BUKHARI MUSLIM).
Artinya, bagi tiap-tiap pihak dari kedua belah
pihak ini mempunyai hak antara melanjutkan atau membatalkan selama keduanya
belum terpisah secara fisik. Dalam kaitan pengertian berpisah dinilai sesuai
situsi dan kondisinya. Di rumah yang kecil, dihitung sejak salah seorang keluar.
Di rumah yang besar, sejak berpindahnya salah seorang dari tempat duduk
kira-kira dua atau tiga langkah. Jika keduanya bangkit dan pergi bersama-sama
maka pengertian berpisah belum ada.
Pendapat yang dianggap kuat, bahwa yang
dimaksud berpisah disesuaikan dengan adat kebiasaan setempat.

Ibnu Qudamah menulis dalam kitab al- mughni.
Diriwayatkan dari umar bahwa beliau pernah mengatakan diperbolehkannya khiyar
majlis dalam sebuah transaksi jual beli bagi penjual dan pembeli, tapi dengan
syarat mereka belum berpisah badan dari tempat transaksi tersebut. Begitu pula
yang dilakukan ibnu Hazm sebagai kesimpulan dari peristiwa yang disebutkannya
dalam kitab al-mahalli, yaitu bahwa umar bin khathab dan abbas dan abdul
muthalib mencari keadilan kepada ubay bin ka’ab untuk menyelesaikan masalah
mereka berdua dalam masalah rumah milik abbas yang berada disamping masjid.
Umar ingin membelinya untuk menambah luas masjid, namun abbas menolak.
Ubay berkata kepada mereka berdua: “ketika
sulaiman memerintahkan untuk membangun baitul maqdis, dimana mesjid itu akan
dibangun diatas tanah milik seorang laki-laki. Kemudian sualiman membelinya,
pada saat transaksi dilaksankan, pemilik tanah berkata : “apa yangbtuan ambil
dari saya lebih berharga dari apa yang tuan berikan”.
Sulaiman berkata “tetapi tanah yang akan saya
beli itu untuk pembangunan masjid.”laki-laki itu berkata lagi : “sya tidak jadi
menjual tanah saya itu”. Lalu sulaiman berusaha untuk membujuknya agar mau
memberikan tanah tersebut dengan selalu menambah harga tanah tersebut, namun
laki-laki tadi tetap tidak menyerahkan tanahnya, akhirnya sulaiman
memberinyaharga yang tinggi dan mengambil tanah itu dengan paksa. Maka pada
saat itu Allah memberikan wasiatnya kepada sulaiman : “jika engkau menganggap
apa yang engkau berikan itu adalah dari dirimu sendiri maka jangan engkau
berikan hartamu, karena sesungguhnya apa yang engkau berkan kepadanya adalah
reseki dari kami. Berikanlah reseki kami ini kepadanya sampai dia benar-benar
mau melepas tanahnya itu”. Akhirnya ubay bin ka’ab memutuskan bahwa kemenangan
ada di tangan abbas.
Ibnu hazm berkata : “ini umar dan abbas tekah
mendengarkan ubay yang telah memutusan diperbolehkannya mengembalikan barang
yag sudah dibeli, dan mereka berdua tidak menyangkal kebenaran itu. Dan benar saja
bahwa mereka semua (para sahabat) membenarkan akan adanya khiyar.” Dari cerita
diatas dapat disimpulan beberapa hal, yaitu :
-
Tidak boleh adanya pemaksaan dalam
transaksi jual beli kepada pemilik barang (penjual)
-
Khiyar boleh meskipun ada sedikit hal-hal
yang tidak diinginkan (kecurangan)
-
Khiyar juga menjadi hak penjual
-
Jika pemerintah membutuhkan
sesuatu dari rakyatnya, maka ia harus membelinya dengan harga yang sudah
berlaku.
Namun dalam cerita,
ubay bin ka’ab hanya memfokuskan dalam satu masalah saja yaitu harus ada
kerelaan (ridha) dalam sebuah transaksi jual beli, bahkan kerelaan itu sendiri
juga menjadi syarat sah jual-beli. Tetapi diamnya umar itu bukan berarti beliau
setuju dengan apa yang dikatakan oleh ubay bin ka’ab. Beliau hanya setuju dengan
salah satu keputusannya saja bukan berarti setuju dengan seluruh apa yang telah
diputuskan sebagaimana yang telah disimpulkan oleh ibnu hazm. Kemudian juga
umar datang kepada ubay hanya untuk mendegarapa yang akan diputuskan oleh uaby,
bukan untuk membatalkan atau menentang keputusannya, jika memang umar tidak
sependapat dengannya. Karena umar pada saat itu adalah dalam posisi yang
diadili, dan beliau harus menjalankan apa yang dikatakan oleh hakim, baik pada
saat itu umar setuju atau tidak terhadap keputusan hakim, dan keputusan hakim
itu harus dilaksanakan. Umar berkata : “sesungguhnya orang-orang pada bertanya
apa yang akan dilakukan umar besok ? ingatlah bahwa jual beli bukan pada
tepukan tangan atau khiyar, tetapi orang islam itu menurut sayarat apa yang ia
ajukan. Umar tidak menetapkan adanya khiyar majlis. Jika akad jual-beli sudah
selesai dengan adanya ijab dan qabul, maka di antar penjual dan pembeli sudah
tidak ada khiyar lagi, kecuali diantara mereka ada yang mengajukan syarat
(khiyar syarat), atau jika dalam barang yang dijual itu ada cacatnya (khiyar
aib), atau juga jika ada kecurangan dalam pemberian harga.
2. Khiyar Aib
Yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan
jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada
objek yang diperjual belikan, dan cacat itu tidak diketahui oleh pemiliknya
ketika akad berlangsung. Misalnya, seseorang membeli telur ayam satu kg,
kemudian satu butir diantaranya telah busuk, atau ketika telur dipecahkan telah
menjadi anak ayam. Hal ini sebelumnya
tidak diketahui baik oleh penjual maupun pembeli. Maka dalam kasus ini
menurut para pakar fiqh, di tetapkan hak khiyar bagi pembeli.
Jadi dalam khiyar aib itu apabila terdapat
bukti cacatpada barang yang dibelinya, pembeli dapat mengembalikan barang
tersebut dengan meminta ganti barang yang baik, atau kembali barang dan uang.
Dasar hukum khiyar aib, diantaranya sabda rasulullah
saw :
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَا عَ مِنْ أَخِيْهِ
بَيْعًا وَفِيْهِ عَيْبٌ ا ِلاَّ بَيَّنَهُ (رواه ابن ماجه عن عقبة بن عامر)
“sesama muslim itu bersaudara; tidak halal
bagi seorang muslim menjual barangnya kepada muslim lain, padahal pada barang
itu terdapat aib/cacat”. (HR.. ibnu majah dan dari ‘uqbah bin ‘amir)
Khiyar aib ini menurut kesepakatan ulama fiqh,
berlaku sejak diketahuinya cacat pada barang yang diperjualbelikan dan dapat
diwarisi oleh ahli waris pemilik hak khiyar. Adapun cacat yang menyebabkan
munculnya hak khiyar menurut ulam hanafiyah dan hanabilah adalah seluruh unsur
yang merusak objek jual beli itu dan mengurangi
nilainya menurut tradisi para pedagang. Tetapi menurut ulam malikiyah
dan syafi’iyah seluruh cacat yang menyebabkan ,nilai barang itu berkurang atau
hilang unsur yang diinginkan daripadanya.
3. Khiyar Ru’yah
Yaitu khiyar (hak pilih) bagi pembeli untuk
menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek
yang belum ia lihat ketika akad
berlangsung.
Jumhur ulam fiqh yang terdiri dari ulam
hanafiyah, malikiyah, hanabilah, dan zahiriyah menyatakan bahwa khiyar ru’yah disyariatkan dalam islam berdasarkan
sabda rasulullah saw. Yang menyatakan :
“siapa yang membeli sesuatu yang belum ia
lihat maka ia berhak khiyar apabila telah melihat barang itu”. (HR. Dar
al-quthni dari abu hurairah).
Akad seperti ni, menurut mereka, boleh terjadi
disebabkan objek yang akan dibeli itu tidak ada di tempat berlangsungnya akad,
atau karena sulit dilihat seperti ikan kaleng (sardencis). Khiyar ru’yah,
menurut mereka, mulai berlaku sejak pembeli melihat barang yang akan dibeli.
Akan tetapi, ulam syafi’iyah dalam pendapat
baru (al-mazhab al-jadid), mengatakan
bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik barang itu disebutkan
sifatnya waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu, menurut mereka, khiyar ru’yah
tidak berlaku, karena akad itu mengandung unsur penipuan yang boleh membawa
kepada perselisihan , dan hadis rasulullah saw. Menyatakan :
“rasulullah saw melarang jual beli yang
mengandung penipuan”. (HR. Jama’ah ahli hadis, kecuali bukhari).
Khiyar aib dapat juga diartikan :
a.
Jika ada orang yang beli sesuatu,
kemudian dia menemukan cacat lama yang ada pada saat barang itu masih ada pada
sipenjual, maka si pembeli boleh memilih (khiyar), dia boleh mengembalikan
barang itu dan tidak (terus memiliki apa yang telah dibelikannya).
Misalnya : umar pernah
membeli baju, kemudian beliau melihat ada jahitan berwarna merah yang tidak
sesuai dengan warna aslinya, maka beliau mengembalikan baju tersebut kepada
sipenjual. Jika cacat itu ada setelah berada di tangan pembeli, apakah barang
itu boleh dikembalikan atau tidak ?
Ada dua riwayat dari umar
yang berkaitan dengan masalah ini. Yang pertama : barang itu tidak boleh
dikembalikan lagi, si pembeli hanya boleh mengambil harga atau nilai dari cacat
itu. Diriwayatkan dari dhahhak bahwa umar berkata tentang sesorang yang telah
membeli seorang budak wanita, kemudian si pembeli menggaulinya. Pada saat itu
dia menemukan ada cacat di tubuh si budak. Beliau berkata : “budak wanita itu
sudah menjadi miliknya,tapi orang yang menjual harus memberikan harga/nilai
dari cacat yang ada pada tubuh si budak.
Yang kedua: si pembeli boleh
mengembalikan barang yang dibelinya serta mengembalikan nilai dari cacat yang
ada padanya. Umar pernah berkata tentang seseorang yang telah membeli seorang
budak wanita, kemudian dia menggaulinya dan menemukan ada cacat pada tubuhnya :
“jika budak itu janda, maka dia boleh mengembalikan budak itu serta
mengembalikan budak itu serta mengembalikan setengah dari sepersepuluh
harganya, dan jika dia masih gadis, maka dia boleh mengembalikan sepersepuluh
harga budak tersebut.
b.
Bagi si penjual harus memperbaiki
barang dagangannya yang akan dijual. Jika hal ini sudah dilakukan, maka si
pembeli tidak boleh lagi mengembalikan apa yang sudah dibeli.
4. Khiyar Syarat
Yaitu khiyar
(hak pilih) yang dijadikan syarat oleh keduanya (penbeli dan penjual),
atau salah seorangf dari keduanya sewaktu terjadi akad untuk meneruskan atau
membatalkan akadnya itu, agar dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama syarat
yang diminta palinh lama tiga hari.
Contoh khiyar syarat, seseorang berkata : saya
jual mobil ini dengan harga Rp. 100.000.000,00 dengan syarata boleh memilih
selama tiga hari. Dalam kaitan ini rasulullah saw bersabda :
“kamu boleh khiyar (memilih)pada setiap benda
yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam” (HR. Baihaiqi).
Hadis dari ibnu umar , rasulullah saw bersabda
:
“setiap dua orang yang melakukan jual beli,
belum sah dinyatakan jual beli itu sebelum mereka berpisah, kecuali jual beli
khiyar”.
Artinya, jual beli dapat dilangsungkan dan
dinyatakan sah apabila mereka berdua telah berpisah, kecuali bila disyaratkan
oleh salah satu kedua belah pihak, atau kedua-duanya adanya syarat dalam masa
tertentu.
Dalam
hadis lain, Rasulullah saw. Bersabda :
“jika dua orang melakukan jual beli maka
keduanya melakukan khiyar sebelum mereka berpisah dan sebelumnya mereka
bersama-sama. Atau salah seorang mereka khiyar maka mereka berdua melakukan
jual beli dengan cara itu. Dengan demikian, jual beli menjadi wajib”. (HR. Tiga
ahli hadis).
Jika
masa waktu yang ditentukan telah berakhir dan akad tidak di fasihkan, maka jual
beli wajib dilangsungkan. Khiyar batal dengan ucapan dan tindakan si pembeli
terhadap barang yang ia beli, dengan jalan mewakafkan, mengibahkan, atau
membayar harganya, karena yang demikian itu menunjukkan kerelaannya.

a.
Seseorang pembeli minta syarat
tiga hari untuk berpikir apakah dia akan mengembalikan apa yang telah dia beli
ataukah dia aka tetap memiliki barang tadi. Khiyar semacam ini tidak boleh
lebih dari tiga hari, jangka waktu yang inilah yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah kepada hibban bin munqiz
b.
Syarat mendapatkan kerelaan
(persetujuan) seseorang , dimana si pembeli akan membayar jumlah uang yang
telah ditentukan sebagai ganti dari keterlambatan pembayaran.
Nafi’ bin abdul haris pernah
membeli sebuah rumah dari sufyan bin umayyah untuk dijadikan penjara (lembaga
kemasyarakatan) dengan harga sebesar empat ribu dirham dengan syarat mendapat
persetujuan umar. Jika beliau setuju, maka transaksi jual beli berarti jadi. Tapi
jika tidak mendapat persetujuan dari beliau, maka shafwan mendapatkan uang sebesar
empat ratus dirham. Akhirnya umar ridha (setuju), maka jadilah transaksi jual
beli tersebut.
c.
Syarat yang berisi akan
mengembalikan barang yang dibeli, jika barang tersebut tidak sesuai dengan
sifat dan ciri-ciri yang disukai oleh pembeli.
Umar pernah menawar harga
seekor kuda. Umar membawa kuda itu untuk mencobanya. Beliau mengendarainya
utnuk melihat keadaan kuda tersebut. Namun sial bagi si kuda, binatang itu
terluka waktu dikendara umar. Beliau berkata kepada si penjual: “ini kukembalikan
kudamu. “ sipenujal berkata : “tidak, kuda itu sudah menjadi milikmu.” Umar
berkata lagi : “cari orang untuk mengadili masalah ini, terserah kamu, pilih
saja.” Dia berkata : “kita akan minta syuraih al-iraqi untuk menyelesaikan
masalah ini.” Lalu mereka berdua mendatangi syuraih, dan ceritakanlah kisahnya.
Kemudan syuraih berkata kepada umar : “ambil apa yang telah anda beli atau anda
kembalikan kuda tersebut seperti semula.“ umar berkata : “apakah tidak ada
keputusan selain ini?” lalu beliau (umar) mengirimnya sebagai hakim ke suatu
daerah dan ini adalah pengiriman hakim yang pertama kali dilakukan.
d.
Syarat pembatalan transaksi
jual-beli, jika si pembeli belum membayar harga barang tersebut dalam jangka
waktu tertentu. Misalnya si penjual berkata : “saya jual barang ini kepadamu
tapi kamu harus segera membayarnya paling lambat tiga hari dari sekarang paling
lambat tiga hari dari sekarang (atau dengan jangka waktu yang harus ditentukan
batasnya). Jika selama itu kamu belum bisa membayar, maka tidak ada transaksi
diantara kita (artnya jual-belinya batal). Jual-beli yang seperti ini, jika
memang jadi, maka termasuk jual-beli yang sah (boleh).
5. Khiyar Ta’yin
Khiyar ta’yin ,
yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam
jual beli. Contoh, pembelian keramik : ada yang berkualitas super (KW1) dan
sedang (KW2). Akan tetapi, pembeli tidak mengetahui secara pasti mana keramik
yang super dan berkualitas sedang. Untuk menentukan pilihan itu ia memerlukan
pakar keramik dan arsitek. Khiyar seperti ini , menurut ulama hanafiyah yaitu
boleh, dengan alasan bahwa produk sejenis yang berbeda kualitas sangat banyak,
yang kualitas itu tidak diketahui secara pasti oleh pembeli, sehingga ia memrlukan
bantuan seorang pakar. Agar pembeli tidak tertipu dan agar produk yang ia cari
sesuai dengan kepeluannya, maka khiyar ta’yin dibolehkan.
Akan
tetapi, jumhur ulama fiqh tidak menerima keabsahan khiyar ta’yin yang
dikemukakan ulama hanafiyah ini. Alasan mereka, dalam akad jual beli ada
ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan (al-sil’ah) harus jelas, baik
kualitasnya, maupunkuantitasnya. Dalam persoalan khiyar ta’yin, menurut mereka,
kelihatan bahwa identitas barang yang akan dibeli belum jelas. Oleh karena itu,
ia termasuk ke dalam jual beli al-ma’dum (tidak jelas identitasnya) yang dilarang
syara’.
D.
HIKMAH KHIYAR
Adapun
hikmah khiyar sebagai berikut :
Ø Khiyar dapat membuat akad jual beli langsung menurut prinsip-prinsip
islam, yaitu suka sama suka antara penjual dan pembeli.
Ø Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan akad jual beli,
sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau yang benar-banar
disukainya.
Ø Penjual tidak semena-mena menjual barang dagangannya kepada pembeli,
dan mendidiknya untuk bersikap jujur dan menjelaskan keadaan barangnya.
Ø Terhindar dari unsur-unsur penipuan, baik dari pihak penjual maupun
pembeli, karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli.
Ø Khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antar
sesama. Adapun ketidakjujuran atau kecurangan pada akhirnya akan berakibat
dengan penyesalan, dan penyesalan di salah satu pihak biasanya dapat mengarah
kepada kemarahan, kedengkian, dendam, dan akibat buruk lainnya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Secara etimologi,
al-khiyar berarti pilihan. Secara terminologi, khiyar yaitu mencari kebaikan
dari dua perkara, melangsungkan atau membatalkan (jual beli). Atau hak
menentukan pilihan antara dua hal bagi pembeli dan penjual, apakah akad jual
beli akan diteruskan atau dibatalkan.
§ Hukum khiyar dalam pandangan ulama fiqh mubah (dibolehkan), karena
suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing
pihak yang melakukan transaksi.
§ Macam-macam khiyar
a)
Khiyar majelis, yaitu hak pilih
dari kedua belah pihak yang berakad
untuk menbatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majelis akad
(ruangan toko) dan belum berpisah badan.
b)
Khiyar aib, yaitu hak untuk
membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad
apabila terdapat suatu cacat pada objek yang diperjualbelikan, dan cacatnya
tidak diketahui oleh pemiliknya ketika akad berlangsung.
c)
Khiyar ru’yah, yaitu (hak
pilih)bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang akan ia
lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung.
d)
Khiyar syarat, yaitu khiyar (hak
pilih) yang dijadikan syarat oleh keduanya (pembeli dan penjual), atau salah
seorang dari keduanya sewaktu terjadi
akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya itu, agar dipertimbangkan setelah
sekian hari. Lama syarat yang diminta paling lama tiga hari tiga malam.
e)
Khiyar ta’yin, yaitu hak pilih
bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli.
§ Hikmah khiyar
Di antara hikmah khiyar sebagai berikut :
·
Khiyar dapat membuat akad jual
beli langsung menurut prinsip-prinsip islam, yaitu suka sama suka antara
penjual dan pembeli.
·
Mendidik masyarakat agar
berhati-hati dalam melakukan akad jual beli, sehingga pembeli mendapatkan
barang dagangan yang baik atau yang benar-banar disukainya.
·
Penjual tidak semena-mena menjual
barang dagangannya kepada pembeli, dan mendidiknya untuk bersikap jujur dan
menjelaskan keadaan barangnya.
·
Terhindar dari unsur-unsur
penipuan, baik dari pihak penjual maupun pembeli, karena ada kehati-hatian
dalam proses jual beli.
·
Khiyar dapat memelihara hubungan
baik dan terjalin cinta kasih antar sesama. Adapun ketidakjujuran atau
kecurangan pada akhirnya akan berakibat dengan penyesalan, dan penyesalan di
salah satu pihak biasanya dapat mengarah kepada kemarahan, kedengkian, dendam,
dan akibat buruk lainnya.
B.
SARAN
Dewasa
ini dalam keseharian kita sudah lazim menjumpai khiyar, oleh karena itu setelah
mengetahui seperti apa khiyar yang diperbolehkan dalam islam maka sebaiknyalah seorang umat muslim menjadikan hal tersebut
sebagai salah satu referensi hidup yang lebih baik ke depannya demi
kemaslahatan yang kita tuju bersama-sama tercapai sebaik-baiknya sehingga tak
perlu ada yang merugikan dan merasa dirugikan.. seperti yang dijelaskan dalam
qur’an surah(an-Nisa’ (4:29)
Yang artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil
kecuali dengan jalan perniagaan berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Dr. H. Abdul Rahman Ghazaly, M.A, Drs. H. Ghufron Ihsan, M.A, Drs. Sapiuddin
Shidiq, M.A , 2010, Fiqh Muamalat, Jakarta : Kencana
Prof.
Dr. H. Hendi Suhendi, 2010, Fiqh Muamalah
, Jakarta : Rajawali Pers
Dr
. Muhammad Rawwas Qal’ahji , 1999, Ensiklopedia Fiqih Umar Bin Khatab r.a ,
Jakarta : Pt Raja Grafindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar