Selasa, 17 November 2015

khiyar



                             KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم
Assalamualaikum, Wr. Wb.
Alhamdulillah.. Suatu kebahagiaan yang tak terhingga untuk melafazkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa, sehingga kepada kami dapat  menyelesaikan makalah ini tepat sebelum waktunya. Untaian Shalawat dan Salam selalu terhaturkan kepada Rasulullah Saw sang pemimpin ummat manusia dengan harapan semoga kita mampu meraih Syafaatnya.
Ungkapan rasa terima kasih  juga pemakalah haturkan  kepada dosen pengajar hadist muamalah  yang telah membimbing dan memberikan masukan terhadap pembuatan makalah yang pada akhirnya dapat membantu sedikit demi sedikit memperluas wawasan pengetahuan kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan, sekalipun apabila ditinjau lebih jauh makalah ini masih membutuhkan berbagai hal, karena menyadari bahwa kami bukanlah manusia yang tercipta dalam kesempurnaan, namun kami akan tetap berusaha untuk menjadi lebih baik dengan terus belajar.
Menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini mungkin saja masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran dari pembaca yang dapat membangun agar makalah selanjutnya bisa lebih baik.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.                                                                                    


Samata , 6 November 2014


Penulis








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................       2
DAFTAR ISI..................................................................................................       3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................      4
A.      LATAR BELAKANG ...........................................................................       4
B.      RUMUSAN MASALAH......................................................................      4
C.      TUJUAN...........................................................................................      4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................      5
A.      PENGERTIAN KHIYAR.......................................................................      5             
B.      HUKUM KHIYAR DALAM JUAL BELI...................................................      6             
C.      MACAM-MACAM KHIYAR.................................................................    6
1.       KHIYAR MAJLIS...........................................................................     6
2.       KHIYAR ‘AIB................................................................................    8
3.       KHIYAR RU’YAH..........................................................................    9
4.       KHIYAR SYARAT..........................................................................     10
5.       KHIYAR TA’YIN............................................................................    12
D.      HIKMAH KHIYAR...............................................................................    12
BAB III PENUTUP............................................................................................   13
A.      KESIMPULAN.....................................................................................   13
B.      SARAN...............................................................................................   13
DAFTAR PUSTAKA











BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Jual – beli merupakan aktivitas yang dilakukan manusia umumnya dalam perekonomian baik itu sebagai produsen ataupun konsumen, dalam islam istilah tersebut sering kita kenal dengan muamalah artinya semua aktivitas yang lebih banyak dilakukan dengan manusia lainnnya atau lebih bersifat dengan keduniawian, meskipun lebih bersifat keduniawian kita tidak boleh menyimpang dari aturan Syara’, sebab semua aktivitas manusia kelak akan dimintai pertanggung jawabannya. Begitu pula dalam hal jual – beli.
Dalam bertransaksi ( jual – beli ) di semua kegiatan berekonomi tentunya tidak akan terlepas dari sebuah penawaran, baik yang dilakukan oleh penjual atau pembeli, dalam islam disebut dengan istilah khiyar artinya tawar –menawar
B.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari khiyar ?
2.      Apa dasar hukum dari khiyar dalam jual beli ?
3.      Apa saja macam-macam khiyar ?
4.      Apa hikmah yang terdapat pada khiyar dalam jual beli ?

C.      TUJUAN
1.       Dapat Menjelaskan pengertian khiyar
2.       Dapat mengetahui landasan hukum dari khiyar
3.       Dapat menjelaskan macam-macam khiyar
4.       Dapat menjelaskan hikmah yang terkandung pada khiyar dalam jual beli







BAB II
 PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN KHIYAR
Kata al-khiyar dalam bahasa arab berarti pilihan. Pembahasan al-khiyar di kemukakan  para ulama fiqh dalam permasalahan yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi yang di maksud.
Secara terminologi, para ulama fiqh telah mendefinisikan al-khiyar, antara lain menurut sayyid sabiq:

الخيارُ هُو طَلَبُ خَيْرُ الْلأَمْرَيْنِ مِنَ الاِمْضَاءِ أَوْ الاِلْغَاءِ.
“ khiyar ialah mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau membatalkan (jual beli)”.
M. Abdul mujieb mendefenisikan : “khiyar adalah hak memilih atau menentukan pilihan antara dua hal bagi pembeli dan penjual, apakha akad jual beli akan diteruskan atau dibatalkan”.
Wahbah al-zulhaily mendefinisikan al-khiyar dengan :

اَنْ يَكُوْنَ لِلْمُتَعَا قِدِ الْحَقُّ فِى اِمْضَاءِ الْعَقْدَ اَوْ فَسْخِهِ اِنْ كَانَ الْخِيَاَرُ خِيَارُ شَرْطٌ اَوْ رُؤْسَةٍ اَوْ عَيْبٍ اَوْ اَنْ يَخْتَارَ اَحَدُ اْلبَيْعَيْنِ اِنْكِانَ اْلخِيَارُ خِيَارُ تَعْيِيْنٍ


“hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak  yang melakukan transaksi”.
Hak khiyar ditetapkan syariat islam bagi orang-orang yang melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalamsuatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya. Dengan kata lain, diadakan khiya oleh syara’ agar kedua belah pihak dapat memikirkan lebih jauh kemaslahatan masing-masing dari akad jual belinya, supaya tidak menyesal di kemudian hari, dan tidak merasa tertipu.
Jadi, khiyar itu ditetapkan dalam islam untuk menjamin kerelaan dan kepuasan timbal balik pihak-pihak yang melakukan jual beli. Dari satu segi memang khiyar (opsi) ini tidak  praktis karena mengandung arti ketidakpastian suatu transaksi , namun dari segi kepuasan pihak yang melakukan transaksi, khiyar ini yaitu jalan terbaik.



B.      HUKUM KHIYAR
Hak khiyar (memilih) dalam jual beli, menurut islam dibolehkan apakah akan memneruskan jual beli atau membatalkannya, ergantung keadaan (kondisi) barang yang diperjualbelikan .
Menurut abburrahman al-jaziri, status khiyar dalam pandangan ulama fiqh adalah disyariatkan atau dibolehkan, karena suatu keperluan yang endesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.
Di abad modern yang serba canggih, di mana sistem jial beli semakin mudah dan praktis, masalah khiyar ini tetap diberlakukan, hanya tidak menggunakan kata-kata khiyar dalam mempromosikan barang-barang yang dijualnya, tetapi dengan ungkapan singkat dan menarik, misalnya “teliti sebelum membeli”. Ini berarti bahwa pembeli diberi hak  khiyar (memilih) dengan hati-hati dan cermat dalam menjatuhkan pilihannya untuk membeli, sehingga ia merasa puas terhadap barang yang benar=benar ia inginkan.

C.      MACAM-MACAM KHIYAR
Khiyar itu ada yang bersumbar dari syara’, seperti khiyar majilis, aib, dan ru’yah. Selain itu, adajuga khiyar yang bersumber dari kedua belah pihak yang berakad, seperti khiyar syarat dan ta’yin . berikut ini dikemukakan pengertian masing-masing khiyar tersebut :
1.       Khiyar Majilis
Yaitu hak pilih kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selam keduanya masih berada dalam majelis (ruangan toko) dan belum berpisah badan. Artinya, transaksi baru dianggap sah apabila kedua belah pihak yang melaksanakan akad tersebut telah berpisah badan, atau salah seorang diantara mereka telah melakukan pilihan untu menjual dan / atau membeli. Khiyar seperti ini hanya berlaku dalam transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi, seperti jual beli dan sewa menyewa.
Kadang-kadang terjadi , salah satu yang berakad tergesa-gesa dalam ijab atau  kabul. Setelah itu, tampak adanya kepentingan yang menuntut dibatalkannya pelaksanaan akad. Karena itu, syariat mencarikan jalan baginya untuk ia dapat memperoleh hak yang mungkin hilang dengan tergesa-gesa tadi. Bukhari dan muslim meriwayatkan dari hakim bin hazam bahwa rasulullah saw bersabda :

الْبَيْعَانِ بِا لْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا, فَاِنْ صَدَّقَا وَبَيَّنَا بُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْعِهِمَا وَاِنْ كَتَمَا وَكَذَّبَا مُحِقَّتْ بَرْكَةُ بَيْعِهِمَا (رواه البخاري ومسلم)



“dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar selam belum terpusah. Jika keduanya benar dan jelas mka keduanya diberkahi dalam jual beli mereka. Jika merek menyembunyikan dan berdusta, maka akan dimusnahkanlah keberkahan jual beli mereka”. (HR. BUKHARI MUSLIM).
Artinya, bagi tiap-tiap pihak dari kedua belah pihak ini mempunyai hak antara melanjutkan atau membatalkan selama keduanya belum terpisah secara fisik. Dalam kaitan pengertian berpisah dinilai sesuai situsi dan kondisinya. Di rumah yang kecil, dihitung sejak salah seorang keluar. Di rumah yang besar, sejak berpindahnya salah seorang dari tempat duduk kira-kira dua atau tiga langkah. Jika keduanya bangkit dan pergi bersama-sama maka pengertian berpisah belum ada.
Pendapat yang dianggap kuat, bahwa yang dimaksud berpisah disesuaikan dengan adat kebiasaan setempat.
*       
Ibnu Qudamah menulis dalam kitab al- mughni. Diriwayatkan dari umar bahwa beliau pernah mengatakan diperbolehkannya khiyar majlis dalam sebuah transaksi jual beli bagi penjual dan pembeli, tapi dengan syarat mereka belum berpisah badan dari tempat transaksi tersebut. Begitu pula yang dilakukan ibnu Hazm sebagai kesimpulan dari peristiwa yang disebutkannya dalam kitab al-mahalli, yaitu bahwa umar bin khathab dan abbas dan abdul muthalib mencari keadilan kepada ubay bin ka’ab untuk menyelesaikan masalah mereka berdua dalam masalah rumah milik abbas yang berada disamping masjid. Umar ingin membelinya untuk menambah luas masjid, namun abbas menolak.
Ubay berkata kepada mereka berdua: “ketika sulaiman memerintahkan untuk membangun baitul maqdis, dimana mesjid itu akan dibangun diatas tanah milik seorang laki-laki. Kemudian sualiman membelinya, pada saat transaksi dilaksankan, pemilik tanah berkata : “apa yangbtuan ambil dari saya lebih berharga dari apa yang tuan berikan”.
Sulaiman berkata “tetapi tanah yang akan saya beli itu untuk pembangunan masjid.”laki-laki itu berkata lagi : “sya tidak jadi menjual tanah saya itu”. Lalu sulaiman berusaha untuk membujuknya agar mau memberikan tanah tersebut dengan selalu menambah harga tanah tersebut, namun laki-laki tadi tetap tidak menyerahkan tanahnya, akhirnya sulaiman memberinyaharga yang tinggi dan mengambil tanah itu dengan paksa. Maka pada saat itu Allah memberikan wasiatnya kepada sulaiman : “jika engkau menganggap apa yang engkau berikan itu adalah dari dirimu sendiri maka jangan engkau berikan hartamu, karena sesungguhnya apa yang engkau berkan kepadanya adalah reseki dari kami. Berikanlah reseki kami ini kepadanya sampai dia benar-benar mau melepas tanahnya itu”. Akhirnya ubay bin ka’ab memutuskan bahwa kemenangan ada di tangan abbas.
Ibnu hazm berkata : “ini umar dan abbas tekah mendengarkan ubay yang telah memutusan diperbolehkannya mengembalikan barang yag sudah dibeli, dan mereka berdua tidak menyangkal kebenaran itu. Dan benar saja bahwa mereka semua (para sahabat) membenarkan akan adanya khiyar.” Dari cerita diatas dapat disimpulan beberapa hal, yaitu :
-          Tidak boleh adanya pemaksaan dalam transaksi jual beli kepada pemilik barang (penjual)
-          Khiyar boleh meskipun ada sedikit hal-hal yang tidak diinginkan (kecurangan)
-          Khiyar juga menjadi hak penjual
-          Jika pemerintah membutuhkan sesuatu dari rakyatnya, maka ia harus membelinya dengan harga yang sudah berlaku.
Namun dalam cerita, ubay bin ka’ab hanya memfokuskan dalam satu masalah saja yaitu harus ada kerelaan (ridha) dalam sebuah transaksi jual beli, bahkan kerelaan itu sendiri juga menjadi syarat sah jual-beli. Tetapi diamnya umar itu bukan berarti beliau setuju dengan apa yang dikatakan oleh ubay bin ka’ab. Beliau hanya setuju dengan salah satu keputusannya saja bukan berarti setuju dengan seluruh apa yang telah diputuskan sebagaimana yang telah disimpulkan oleh ibnu hazm. Kemudian juga umar datang kepada ubay hanya untuk mendegarapa yang akan diputuskan oleh uaby, bukan untuk membatalkan atau menentang keputusannya, jika memang umar tidak sependapat dengannya. Karena umar pada saat itu adalah dalam posisi yang diadili, dan beliau harus menjalankan apa yang dikatakan oleh hakim, baik pada saat itu umar setuju atau tidak terhadap keputusan hakim, dan keputusan hakim itu harus dilaksanakan. Umar berkata : “sesungguhnya orang-orang pada bertanya apa yang akan dilakukan umar besok ? ingatlah bahwa jual beli bukan pada tepukan tangan atau khiyar, tetapi orang islam itu menurut sayarat apa yang ia ajukan. Umar tidak menetapkan adanya khiyar majlis. Jika akad jual-beli sudah selesai dengan adanya ijab dan qabul, maka di antar penjual dan pembeli sudah tidak ada khiyar lagi, kecuali diantara mereka ada yang mengajukan syarat (khiyar syarat), atau jika dalam barang yang dijual itu ada cacatnya (khiyar aib), atau juga jika ada kecurangan dalam pemberian harga.

2.       Khiyar Aib
Yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada objek yang diperjual belikan, dan cacat itu tidak diketahui oleh pemiliknya ketika akad berlangsung. Misalnya, seseorang membeli telur ayam satu kg, kemudian satu butir diantaranya telah busuk, atau ketika telur dipecahkan telah menjadi anak ayam. Hal ini sebelumnya  tidak diketahui baik oleh penjual maupun pembeli. Maka dalam kasus ini menurut para pakar fiqh, di tetapkan hak khiyar bagi pembeli.
Jadi dalam khiyar aib itu apabila terdapat bukti cacatpada barang yang dibelinya, pembeli dapat mengembalikan barang tersebut dengan meminta ganti barang yang baik, atau kembali barang dan uang.
Dasar hukum khiyar aib, diantaranya sabda rasulullah saw :

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَا عَ مِنْ أَخِيْهِ بَيْعًا وَفِيْهِ عَيْبٌ ا ِلاَّ بَيَّنَهُ (رواه ابن ماجه عن عقبة بن عامر)


“sesama muslim itu bersaudara; tidak halal bagi seorang muslim menjual barangnya kepada muslim lain, padahal pada barang itu terdapat aib/cacat”. (HR.. ibnu majah dan dari ‘uqbah bin ‘amir)
Khiyar aib ini menurut kesepakatan ulama fiqh, berlaku sejak diketahuinya cacat pada barang yang diperjualbelikan dan dapat diwarisi oleh ahli waris pemilik hak khiyar. Adapun cacat yang menyebabkan munculnya hak khiyar menurut ulam hanafiyah dan hanabilah adalah seluruh unsur yang merusak objek jual beli itu dan mengurangi  nilainya menurut tradisi para pedagang. Tetapi menurut ulam malikiyah dan syafi’iyah seluruh cacat yang menyebabkan ,nilai barang itu berkurang atau hilang unsur yang diinginkan daripadanya.

3.       Khiyar Ru’yah
Yaitu khiyar (hak pilih) bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad  berlangsung.
Jumhur ulam fiqh yang terdiri dari ulam hanafiyah, malikiyah, hanabilah, dan zahiriyah menyatakan bahwa khiyar  ru’yah disyariatkan dalam islam berdasarkan sabda rasulullah saw. Yang menyatakan :



“siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat maka ia berhak khiyar apabila telah melihat barang itu”. (HR. Dar al-quthni dari abu hurairah).
Akad seperti ni, menurut mereka, boleh terjadi disebabkan objek yang akan dibeli itu tidak ada di tempat berlangsungnya akad, atau karena sulit dilihat seperti ikan kaleng (sardencis). Khiyar ru’yah, menurut mereka, mulai berlaku sejak pembeli melihat barang yang akan dibeli.
Akan tetapi, ulam syafi’iyah dalam pendapat baru (al-mazhab al-jadid), mengatakan  bahwa jual beli barang yang gaib tidak sah, baik barang itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun tidak. Oleh sebab itu, menurut mereka, khiyar ru’yah tidak berlaku, karena akad itu mengandung unsur penipuan yang boleh membawa kepada perselisihan , dan hadis rasulullah saw. Menyatakan :


“rasulullah saw melarang jual beli yang mengandung penipuan”. (HR. Jama’ah ahli hadis, kecuali bukhari).
Khiyar aib dapat juga diartikan :
a.       Jika ada orang yang beli sesuatu, kemudian dia menemukan cacat lama yang ada pada saat barang itu masih ada pada sipenjual, maka si pembeli boleh memilih (khiyar), dia boleh mengembalikan barang itu dan tidak (terus memiliki apa yang telah dibelikannya).
Misalnya : umar pernah membeli baju, kemudian beliau melihat ada jahitan berwarna merah yang tidak sesuai dengan warna aslinya, maka beliau mengembalikan baju tersebut kepada sipenjual. Jika cacat itu ada setelah berada di tangan pembeli, apakah barang itu boleh dikembalikan atau tidak ?
Ada dua riwayat dari umar yang berkaitan dengan masalah ini. Yang pertama : barang itu tidak boleh dikembalikan lagi, si pembeli hanya boleh mengambil harga atau nilai dari cacat itu. Diriwayatkan dari dhahhak bahwa umar berkata tentang sesorang yang telah membeli seorang budak wanita, kemudian si pembeli menggaulinya. Pada saat itu dia menemukan ada cacat di tubuh si budak. Beliau berkata : “budak wanita itu sudah menjadi miliknya,tapi orang yang menjual harus memberikan harga/nilai dari cacat yang ada pada tubuh si budak.
Yang kedua: si pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya serta mengembalikan nilai dari cacat yang ada padanya. Umar pernah berkata tentang seseorang yang telah membeli seorang budak wanita, kemudian dia menggaulinya dan menemukan ada cacat pada tubuhnya : “jika budak itu janda, maka dia boleh mengembalikan budak itu serta mengembalikan budak itu serta mengembalikan setengah dari sepersepuluh harganya, dan jika dia masih gadis, maka dia boleh mengembalikan sepersepuluh harga budak tersebut.
b.      Bagi si penjual harus memperbaiki barang dagangannya yang akan dijual. Jika hal ini sudah dilakukan, maka si pembeli tidak boleh lagi mengembalikan apa yang sudah dibeli.


4.       Khiyar Syarat
Yaitu khiyar  (hak pilih) yang dijadikan syarat oleh keduanya (penbeli dan penjual), atau salah seorangf dari keduanya sewaktu terjadi akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya itu, agar dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama syarat yang diminta palinh lama tiga hari.
Contoh khiyar syarat, seseorang berkata : saya jual mobil ini dengan harga Rp. 100.000.000,00 dengan syarata boleh memilih selama tiga hari. Dalam kaitan ini rasulullah saw bersabda :



“kamu boleh khiyar (memilih)pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam” (HR. Baihaiqi).
Hadis dari ibnu umar , rasulullah saw bersabda :

“setiap dua orang yang melakukan jual beli, belum sah dinyatakan jual beli itu sebelum mereka berpisah, kecuali jual beli khiyar”.
Artinya, jual beli dapat dilangsungkan dan dinyatakan sah apabila mereka berdua telah berpisah, kecuali bila disyaratkan oleh salah satu kedua belah pihak, atau kedua-duanya adanya syarat dalam masa tertentu.
                Dalam hadis lain, Rasulullah saw. Bersabda :


“jika dua orang melakukan jual beli maka keduanya melakukan khiyar sebelum mereka berpisah dan sebelumnya mereka bersama-sama. Atau salah seorang mereka khiyar maka mereka berdua melakukan jual beli dengan cara itu. Dengan demikian, jual beli menjadi wajib”. (HR. Tiga ahli hadis).
                Jika masa waktu yang ditentukan telah berakhir dan akad tidak di fasihkan, maka jual beli wajib dilangsungkan. Khiyar batal dengan ucapan dan tindakan si pembeli terhadap barang yang ia beli, dengan jalan mewakafkan, mengibahkan, atau membayar harganya, karena yang demikian itu menunjukkan kerelaannya.
*      Khiyar syarat tercermin dalam beberapa hal dibawah ini :
a.       Seseorang pembeli minta syarat tiga hari untuk berpikir apakah dia akan mengembalikan apa yang telah dia beli ataukah dia aka tetap memiliki barang tadi. Khiyar semacam ini tidak boleh lebih dari tiga hari, jangka waktu yang inilah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah kepada hibban bin munqiz
b.      Syarat mendapatkan kerelaan (persetujuan) seseorang , dimana si pembeli akan membayar jumlah uang yang telah ditentukan sebagai ganti dari keterlambatan pembayaran.
Nafi’ bin abdul haris pernah membeli sebuah rumah dari sufyan bin umayyah untuk dijadikan penjara (lembaga kemasyarakatan) dengan harga sebesar empat ribu dirham dengan syarat mendapat persetujuan umar. Jika beliau setuju, maka transaksi jual beli berarti jadi. Tapi jika tidak mendapat persetujuan dari beliau, maka shafwan mendapatkan uang sebesar empat ratus dirham. Akhirnya umar ridha (setuju), maka jadilah transaksi jual beli tersebut.
c.       Syarat yang berisi akan mengembalikan barang yang dibeli, jika barang tersebut tidak sesuai dengan sifat dan ciri-ciri yang disukai oleh pembeli.
Umar pernah menawar harga seekor kuda. Umar membawa kuda itu untuk mencobanya. Beliau mengendarainya utnuk melihat keadaan kuda tersebut. Namun sial bagi si kuda, binatang itu terluka waktu dikendara umar. Beliau berkata kepada si penjual: “ini kukembalikan kudamu. “ sipenujal berkata : “tidak, kuda itu sudah menjadi milikmu.” Umar berkata lagi : “cari orang untuk mengadili masalah ini, terserah kamu, pilih saja.” Dia berkata : “kita akan minta syuraih al-iraqi untuk menyelesaikan masalah ini.” Lalu mereka berdua mendatangi syuraih, dan ceritakanlah kisahnya. Kemudan syuraih berkata kepada umar : “ambil apa yang telah anda beli atau anda kembalikan kuda tersebut seperti semula.“ umar berkata : “apakah tidak ada keputusan selain ini?” lalu beliau (umar) mengirimnya sebagai hakim ke suatu daerah dan ini adalah pengiriman hakim yang pertama kali dilakukan.
d.      Syarat pembatalan transaksi jual-beli, jika si pembeli belum membayar harga barang tersebut dalam jangka waktu tertentu. Misalnya si penjual berkata : “saya jual barang ini kepadamu tapi kamu harus segera membayarnya paling lambat tiga hari dari sekarang paling lambat tiga hari dari sekarang (atau dengan jangka waktu yang harus ditentukan batasnya). Jika selama itu kamu belum bisa membayar, maka tidak ada transaksi diantara kita (artnya jual-belinya batal). Jual-beli yang seperti ini, jika memang jadi, maka termasuk jual-beli yang sah (boleh).

5.       Khiyar Ta’yin
Khiyar ta’yin , yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam  menentukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli. Contoh, pembelian keramik : ada yang berkualitas super (KW1) dan sedang (KW2). Akan tetapi, pembeli tidak mengetahui secara pasti mana keramik yang super dan berkualitas sedang. Untuk menentukan pilihan itu ia memerlukan pakar keramik dan arsitek. Khiyar seperti ini , menurut ulama hanafiyah yaitu boleh, dengan alasan bahwa produk sejenis yang berbeda kualitas sangat banyak, yang kualitas itu tidak diketahui secara pasti oleh pembeli, sehingga ia memrlukan bantuan seorang pakar. Agar pembeli tidak tertipu dan agar produk yang ia cari sesuai dengan kepeluannya, maka khiyar ta’yin dibolehkan.
Akan tetapi, jumhur ulama fiqh tidak menerima keabsahan khiyar ta’yin yang dikemukakan ulama hanafiyah ini. Alasan mereka, dalam akad jual beli ada ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan (al-sil’ah) harus jelas, baik kualitasnya, maupunkuantitasnya. Dalam persoalan khiyar ta’yin, menurut mereka, kelihatan bahwa identitas barang yang akan dibeli belum jelas. Oleh karena itu, ia termasuk ke dalam jual beli al-ma’dum (tidak jelas identitasnya) yang dilarang syara’.

D.      HIKMAH KHIYAR
Adapun hikmah khiyar sebagai berikut :
Ø  Khiyar dapat membuat akad jual beli langsung menurut prinsip-prinsip islam, yaitu suka sama suka antara penjual dan pembeli.
Ø  Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan akad jual beli, sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau yang benar-banar disukainya.
Ø  Penjual tidak semena-mena menjual barang dagangannya kepada pembeli, dan mendidiknya untuk bersikap jujur dan menjelaskan keadaan barangnya.
Ø  Terhindar dari unsur-unsur penipuan, baik dari pihak penjual maupun pembeli, karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli.
Ø  Khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antar sesama. Adapun ketidakjujuran atau kecurangan pada akhirnya akan berakibat dengan penyesalan, dan penyesalan di salah satu pihak biasanya dapat mengarah kepada kemarahan, kedengkian, dendam, dan akibat buruk lainnya.


BAB III
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Secara etimologi, al-khiyar berarti pilihan. Secara terminologi, khiyar yaitu mencari kebaikan dari dua perkara, melangsungkan atau membatalkan (jual beli). Atau hak menentukan pilihan antara dua hal bagi pembeli dan penjual, apakah akad jual beli akan diteruskan atau dibatalkan.
§  Hukum khiyar dalam pandangan ulama fiqh mubah (dibolehkan), karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.
§  Macam-macam khiyar
a)      Khiyar majelis, yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad  untuk menbatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majelis akad (ruangan toko) dan belum berpisah badan.
b)      Khiyar aib, yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada objek yang diperjualbelikan, dan cacatnya tidak diketahui oleh pemiliknya ketika akad berlangsung.
c)       Khiyar ru’yah, yaitu (hak pilih)bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang akan ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung.
d)      Khiyar syarat, yaitu khiyar (hak pilih) yang dijadikan syarat oleh keduanya (pembeli dan penjual), atau salah seorang dari keduanya  sewaktu terjadi akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya itu, agar dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama syarat yang diminta paling lama tiga hari tiga malam.
e)      Khiyar ta’yin, yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli.
§  Hikmah khiyar
Di antara hikmah khiyar sebagai berikut :
·         Khiyar dapat membuat akad jual beli langsung menurut prinsip-prinsip islam, yaitu suka sama suka antara penjual dan pembeli.
·         Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan akad jual beli, sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau yang benar-banar disukainya.
·         Penjual tidak semena-mena menjual barang dagangannya kepada pembeli, dan mendidiknya untuk bersikap jujur dan menjelaskan keadaan barangnya.
·         Terhindar dari unsur-unsur penipuan, baik dari pihak penjual maupun pembeli, karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli.
·         Khiyar dapat memelihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih antar sesama. Adapun ketidakjujuran atau kecurangan pada akhirnya akan berakibat dengan penyesalan, dan penyesalan di salah satu pihak biasanya dapat mengarah kepada kemarahan, kedengkian, dendam, dan akibat buruk lainnya.

B.      SARAN

Dewasa ini dalam keseharian kita sudah lazim menjumpai khiyar, oleh karena itu setelah mengetahui seperti apa khiyar yang diperbolehkan dalam islam maka sebaiknyalah  seorang umat muslim menjadikan hal tersebut sebagai salah satu referensi hidup yang lebih baik ke depannya demi kemaslahatan yang kita tuju bersama-sama tercapai sebaik-baiknya sehingga tak perlu ada yang merugikan dan merasa dirugikan.. seperti yang dijelaskan dalam qur’an surah(an-Nisa’ (4:29)
Yang artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.















DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Abdul Rahman Ghazaly, M.A, Drs. H. Ghufron Ihsan, M.A, Drs. Sapiuddin Shidiq, M.A , 2010,  Fiqh Muamalat, Jakarta : Kencana
Prof. Dr. H. Hendi Suhendi, 2010, Fiqh Muamalah , Jakarta : Rajawali Pers
Dr . Muhammad Rawwas Qal’ahji , 1999, Ensiklopedia Fiqih  Umar Bin Khatab r.a , Jakarta : Pt Raja Grafindo Persada


Tidak ada komentar:

Posting Komentar